Hubungan Interpersonal
Menurut Pearson (1983) manusia adalah makhluk sosial,artinya sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat menjalin hubungan sendiri, kita selalu menjalin hubungan dengan orang lain, mencoba untuk mengenali
dan memahami kebutuhan satu sama lain, membentuk interaksi serta berusaha
mempertahankan interaksi tersebut. Kita melakukan hubungan interpersonal ketika
mencoba untuk berinteraksi dengan orang lain.
A.
Model dan Hubungan Interpersonal
1.
Model Pertukaran Sosial
Model ini
memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang
berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari teori ini menyimpulkan
model pertukaran sosial sebagai berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh
analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal
dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau
dari segi ganjaran dan biaya”.
2. Analisis
Transaksional
Analisis
Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan
pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk terapi individual,
tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan ini menekankan pada aspek
perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian ini tujuan dan arah proses terapi
dikembangkan sendiri oleh klien, juga dalam proses terapi ini menekankan
pentingnya keputusan-keputusan yang diambil oleh klien. Maka proses terapi
mengutamakan kemampuan klien untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan
baru guna kemajuan hidupnya sendiri.
AT dikembangkan
oleh Eric Berne tahun 1960. Dalam mengembangkan pendekatan ini Eric Berne
menggunakan berbagai bentuk permainan antara orang tua, orang dewasa dan anak.
Dalam eksprerimen yang dilakukan Berne mencoba meneliti dan menjelaskan
bagaimana status ego anak, orang dewasa dan orang tua, dalam interaksi satu
sama lain, serta bagaimana gejala hubungan interpersonal ini muncul dalam
berbagai bidang kehidupan seperti misalnya dalam keluarga, dalam pekerjaan,
dalam sekolah, dan sebagainya.
B.
Memulai Hubungan
Pembentukan kesan
dan ketertarikan interpersonal dalam memulai hubungan:
Tahap ini sering
disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal
menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”,
ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi
kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan
nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan
proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R.
Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori,
yaitu:
1.informasi
demografis 5.perilaku
pada masa lalu
2.sikap dan
pendapat (tentang orang atau objek) 6.orang
lain
3.rencana yang
akan datang 7.hobi
dan minat
4.kepribadian
Proses pembentukan
kesan :
1.Stereotyping
Seorang guru
ketika menghadapi murid-muridnya yang bermacam-macam, ia akan mengelompokkan
mereka pada konsep-konsep tertentu; cerdas, bodoh, cantik, jelek, rajin, atau
malas. Penggunaan konsep ini menyederhanakan bergitu banyak stimuli yang
diterimanya. Tetapi, begitu anak-anak ini diberi kategori cerdas, persepsi guru
terhadapnya akan konsisten. Semua sifat anak cerdas akan dikenakan kepada mereka.
Inilah yang disebut stereotyping.
Stereotyping ini
juga menjalaskan terjadinya primacy effect dan halo effect yang sudah kita
jelaskan dimuka. Primacy effect secara sederhana menunjukkan bahwa kesan
pertama amat menentukan; karena kesan itulah yang menentukan kategori. Begitu
pula, halo effect. Persona stimuli yang sudah kita senangi telah mempunyai
kategori tertentu yang positif, dan pada kategori itu sudah disimpan semua
sifat yang baik.
2.Implicit
Personality Theory
Memberikan
kategori berarti membuat konsep. Konsep “makanan” mengelompokkan donat, pisang,
nasi, dan biscuit dalam kategori yang sama. Konsep “bersahabat” meliputi
konsep-konsep raman, suka menolong, toleran, tidak mencemooh dan sebagainya.
Disini kita mempunya asumsi bahwa orang ramah pasti suka menolong, toleran, dan
tidak akan mencemooh kita. Setiap orang mempunyai konsepsi tersendiri tentang
sifat-sifat apa yang berkaitan dengan sifat-sifat apa. Konsepsi ini merupakan
teori yang dipergunakan orang ketika membuat kesan tentang orang lain. Teori
ini tidak pernah dinyatakan, kerena itu disebut implicit personality theory.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua psikolog, amatir, lengkap dengan
berbagi teori kepribadian. Suatu hari anda menemukan pembantu anda sedang
bersembahyang, anda menduga ia pasti jujur, saleh, bermoral tinggi. Teori anda
belum tentu benar, sebab ada pengunjung masjid atau gereja yang tidak saleh dan
tidak bermoral.
3.Atribusi
Atribusi adalah
proses menyimpulkan motif, maksud, dan karakteristik orang lain dengan melihat
pada perilakunya yang tampak (Baron dan Byrne, 1979:56). Atribusi boleh juga
ditujukan pada diri sendiri (self attribution), tetapi di sini kita hanya
membicarakan atribusi pada orang lain. Atribusi merupakan masalah yang cukup
poupuler pada dasawarsa terakhir di kalangan psikologi sosial, dan agak
menggeser fokus pembentukan dan perubahan sikap. Secar garis besar ada dua
macam atribusi: atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran.
Fritz Heider
(1958) adalah yang pertama menelaah atribusi kausalitas. Menurut Heider, bila
kita mengamati perilaku sosial, pertama-tama kita menentukan dahulu apa yang
menyebabkannya; factor situasional atau personal; dalam teori atribusi lazim
disebut kausalitas eksternal dan kausalitas internal (Jones dan Nisbett, 1972).
Menurut Robert A.
Baron dan Donn Byrne (1979:70-71), kita akan memperhatikan dua hal: (1) sejauh
mana pernyataan orang itu menyimpang dari pendapat yang popular dan diterima
orang, (2) sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan dari kita dengan
pernyataan itu.
C. Hubungan Peran
1. Model Peran
Menganggap
hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus
memerankan peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat.
Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai
dengan peranannya.
2. Konflik
Konflik
Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena
pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara duaorang
yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal
ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena
konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota
organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut.
3. Adequancy Peran dan Autentisitas dalam
Hubungan Peran
Kecukupan perilaku
yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik
secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi
(ketentuan) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus
lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka
sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.
D.
Intimasi dan Hubungan Pribadi
Sebagai
konsekuensi adanya daya tarik menyebabkan interaksi sosial antar individu
menjadi spesifik atau terjalin hubungan intim. Orang-orang tertentu menjadi
istimewa buat kita, sedangkan orang lain tidak. Orang-orang tertentu menjadi
sangat dekat dengan kita, dibandingkan orang lain. Adapun bentik intim terdiri
dari persaudaraan, persahabatan, dan percintaan. Lebi h jauh mengenai
bentuk-bentuk hubungan intim tersebut daoat dijelaskan pada bagian berikut :
1. Persaudaraan
Hubungan intik ini
didasarkan pada hubungan darah. Hunungan intim interpersonal dalam persaudaraan
terdapat hubungan inti ssperti dalam keluarga kecil. Pada persaudaraan itu
didlamnya terkandung proximitas dan keakraban.
2. Persahabatan
Persahabatan
biasanya terjadi pada dua individu yang didasarkan pada banyak persamaan.
Utamanya persamaan usia. Hubungan dalam persahabatan tidak hanya sekedar teman,
lebih dari itu diantara mereka terjalin interaksi yang sangat tinggi sehingga
mempunyai kedekatan psikologis. Indikasi atau tanda-tanda bila dalam hubungan
interpersonal terjadi persahabatan yaitu: sering bertemu, merasa bebas membuka
diri, bebasmenyatakan emosi, dan saling tergantung diantara mereka.
3. Percintaan
Persahabatan antar
pria dan wanita bisa berubah mejadi cinta, jika dua individu itu merasa sebagai
pasangan yang potensial seksual. Dalam suatu persahabatan, dapat melahirkan
satu proses yang namanya jatuh cinta. Hal ini terjadi karena ada dua perbedaan
mendasar antara persahabatan dan cinta.
E.
Intimasi dan Pertumbuhan
Untuk bertumbuh
dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan bertumbuh
jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita
sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap
pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati,
dianggap berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi
tempat ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan
dan dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk
bisa terbuka terhadap pasangan kita. Hal ini dapat disebabkan karena :
(1)
Kita tidak mengenal dan tidak menerima
siapa diri kita secara utuh.
(2)
Kita tidak menyadari bahwa hubungan
pacaran adalah persiapan memasuki pernikahan.
(3)
Kita tidak percaya pasangan kita sebagai
orang yang dapat dipercaya untuk memegang rahasia.
(4)
Kita dibentuk menjadi orang yang
berkepribadian tertutup.
(5)
Kita memulai pacaran bukan dengan cinta
yang tulus.
Cinta dan
Perkawinan
Satu hari, Plato
bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?
Gurunya menjawab,
“Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh
mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan
ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan
cinta”
Plato pun
berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa
membawa apapun.
Gurunya bertanya,
“Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”
Plato menjawab,
“Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur
kembali (berbalik). Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan,
tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi
tak kuambil ranting tersebut. Saat ku melanjutkan berjalan lebih jauh lagi,
baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting
yang tadi, jadi tak ku ambil sebatang pun pada akhirnya.”
Gurunya kemudian
menjawab “Jadi ya itulah cinta”
Di hari yang lain,
Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa
menemukannya?”
Gurunya pun
menjawab, “Ada hutan yang subur didepan saja. Berjalanlah tanpa boleh mundur
kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah
jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah
menemukan apa itu perkawinan”
Plato pun
berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon
tersebut bukanlah pohon yang segar/ subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon
itu biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya,
“Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?”
Plato pun
menjawab, “Sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir
setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi di kesempatan
ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan
untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan
untuk mendapatkannya.”
Gurunya pun
kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan.”
A.
Memilih Pasangan
Menikah memiliki
amanah yang sangat besar amanat dunia dan akhirat . Oleh sebab itu, memilih dan
memilah pasangan hidupjuga merupakan hal yang harus benar-benar diperhatikan
tidak boleh asal-asalan . Agama telah memberikan setandar dan petunjuk
tentang cara mencari atau memilih pasangan hidup yang tepat .
1. Kriteria Memilih Calon Suami
Addin atau agama
Suami adalah pembimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan
akhirat, sehingga syarat ini mutlak diharuskan.
Keturunan yang
baik-baik , sebab ada pepatah ular akan melahirkan ular pula
Berharta , Memilih
yang tajir tidak selalu matre apa salahnya kalau kita mencari yang soleh lagi
tajir secara dunia bagus juga ahirat tapi dahulukanlah agama sebab harta bisa
dicari .
Memiliki jiwa
kepemimpinan , Suami adalah imam maka seorang imam harus memiliki sifat
kepemimpinan .
Memiliki akhlak
yang baik. Laki-laki yang berakhlak baik akan mampu membimbing keluarganya ke
jalan yang benar.
Memiliki ilmu
agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik akan
menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan istri,
mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah
tangga secara halal dan baik.
Sholih dan taat
beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak tanduknya
akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
Sebagai catatan
tambahan, dianjurkan memilih calon pasangan hidup yang jauh dari silsilah
kekerabatan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keturunan dari penyakit-penyakit
menular atau cacat bawaan kekerabatannya.
Sehat dalam fisik
dan mental , agar terhindar dari timbulnya perselingkuhan.
2. Kriteria Memilih Calon Istri
Addin atau agama .
Ini adalah syarat yang utama dan pertama.
Keturunan yang
baik-baik , sebab pepatah mengatakan air jatuh kepelimbang juga
Paras , sebab paras
yang cantik akan menenteramkan hati , akan mencegah timbulnya perselingkuhan.
Memiliki akhlak
yang baik . Wanita yang berakhlak baik insya Allah akan mampu menjadi ibu dan
istri yang baik.
Mempunya sifat
penyayang . Wanita yang penuh rasa cinta akan memiliki banyak sifat kebaikan.
Mempunyai dasar
pendidikan agama yang kuat.
Sehat secara fisik
dan mental . Wanita yang sehat akan mampu memikul beban rumah tangga dan
menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu yang baik.
Dianjurkan
memiliki kemampuan melahirkan anak. Anak adalah generasi penerus yang penting
bagi masa depan umat.
Sebaiknya memilih
calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah menikah.
Hal ini dimaksudkan untuk memelihara keluarga yang baru terbentuk dari
permasalahan lain.
Penyabar ,
memiliki istri penyabar akan menguatkan lelaki dalam menempuh rintangan
kehidupan .
Penurut atau
disebut manut , sebab posisi istri adalah diatur dan bukan pengatur sebab bila
wanita mengatur maka akan hancur rumah tangga karena wanita selalu mengambil
keputusan dengan perasaan tidak dengan akal.
B.
Hubungan dalam Perkawinan
Pada umumnya salah
satu tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan perkawinan adalah
perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan
yang disimpan dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas toleransi pada
akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan
untuk bercerai begitu mudah.
Masalah diseputar
perkawinan atau kehidupan berkeluarga antara lain:
·
Kesulitan ekonomi keluarga yang kurang tercukupi.
·
Perbedaan watak.
·
Temperamen dan perbedaan kepribadian yang sangat tajam antara suami dan
istri.
·
Ketidakpuasan dalam hubungan seks.
·
Kejenuhan rutinitas.
·
Hubungan antara keluarga besar yang kurang baik.
·
Adanya istilah WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain).
·
Masalah harta warisan.
·
Menurunnya perhatian kedua belah pihak.
·
Domonasi dan intervensi orang tua atau mertua.
·
Kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Dari salah satu
masalah diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi
tersinggung, sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah
yang sering terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah
yang terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang
kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti
itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi
yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan suasana keluarga
yang nyaman. Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk selalu
berbuat baik. Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang timbul
akan selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu
yang panjang.
Namun kenyataannya
masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring berjalannya waktu
yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan penyelesaian makin jauh di mata,
kareana masalah menjadi seperti benang kusut dan tidak tahu lagi harus
memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung menyusut seiring dengan
berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan kasih sayang, berkurang
pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya ketidakpedulian
menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam kehidupan yang tidak sehat
ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah menemukan cara yang efektif
untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan sehingga dapat menimbulkan
perceraian.
Kecukupan perilaku
yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik
secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada preskripsi (
ketentuan ) dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu-individu harus
lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka
sendiri atau harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut.
C. Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan dalam
Perkawinan
Perkawinan tidak
berarti mengikat pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat
mengembangkan diri untuk kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak
diukur dari ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan
dalam hidup yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi
dalam sebuah perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam
perkawinan banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan
serta terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang
diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi
karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada
hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini,
tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Pada dasarnya,
diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan, yang mencakup perubahan
diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila hanya mengharap pihak pasangan yang
berubah, berarti kita belum melakukan penyesuaian.
Banyak yang bilang
pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan
cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu mengelola dengan baik sehingga kemarahan
akan terakumulasi dan berpotensi merusak hubungan.
Sholih dan taat
beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tindak
tanduknya akan ‘menular’ pada istri dan anak-anaknya.
Sebagai catatan
tambahan, dianjurkan memilih calon pasangan hidup yang jauh dari silsilah
kekerabatan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keturunan dari penyakit-penyakit
menular atau cacat bawaan kekerabatannya. Selain itu juga dapat memperluas
pertalian kekeluargaan dan ukhuwah islamiyah. Sehat dalam fisik dan mental ,
agar terhindar dari timbulnya perselingkuhan . islam sangan menjaga
perselingkahan untuk menjaga nasab atau keturunan.
D.
Perceraian dan Pernikahan Kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan
mempengaruhi peluang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor.
Misalnya seorang wanita muda pun bisa memiliki kesempatan kurang dari menikah
lagi jika dia memiliki beberapa anak. Ada banyak faktor seperti faktor
pendidikan, pendapatan dan sosial.
Sebagai manusia,
kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap
hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati untuk
suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai
pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan dan tanggung
jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu
adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya tarik yang
lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai menghilang pula.
Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita lakukan akan membuat
jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam
pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu
kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.Jika
ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal
tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali
setelah perceraian bisa menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan
berharap untuk masa depan yang lebih baik.
E.
Alternatif Selain Pernikahan (Single Life)
Paradigma terhadap
lajang cenderung memojokkan. pertanyaannya kapan menikah?? Ganteng-ganteng kok
ga menikah? Apakah Melajang Sebuah Pilihan??
Ada banyak alasan
untuk tetap melajang. Perkembangan jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan
pekerjaan yang menyita waktu, belum bertemu dengan pujaan hati yang cocok,
biaya hidup yang tinggi, perceraian yang kian marak, dan berbagai alasan
lainnya membuat seorang memilih untuk tetap hidup melajang. Batasan usia untuk
menikah kini semakin bergeser, apalagi tingkat pendidikan dan kesibukan meniti
karir juga ikut berperan dalam memperpanjang batasan usia seorang untuk
menikah. Keputusan untuk melajang bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah
pilihan. Itulah sebabnya, banyak pria dan perempuan yang memilih untuk tetap
hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang paling
sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin kebebasannya
dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati kebebasan bagaikan
burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi, tidak perlu meminta
ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan. Belum lagi jika
mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak perusahaan
lebih memilih karyawan yang masih berstatus lajang untuk mengisi posisi
tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih dapat berkonsentrasi terhadap
pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang tetap hidup melajang.
Banyak pria
menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat
prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus
pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh.
Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota
dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan
kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup
mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang
mengatakan seorang masih melajang karena terlalu banyak memilih atau ingin
mendapat pasangan yang sempurna sehingga sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan
adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak mungkin menghabiskan masa hidup kita
dengan seorang yang tidak kita cintai. Lebih baik terlambat menikah daripada
menikah akhirnya berakhir dengan perceraian.
Lajang pun lebih
mempunyai waktu untuk dirinya sendiri, berpenampilan lebih baik, dan dapat
melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan dari pasangan. Mereka bebas untuk
melakukan acara berwisata ke tempat yang disukai dengan sesama pelajang. Pelajang
biasanya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya jika dibandingkan dengan
teman-teman yang berusia sama dengannya, tetapi telah menikah.
Seringkali,
pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila
saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar.
Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak
tidak berat jodoh. Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai
keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka.
Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu
dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang
cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah
sebuah sebuah pilihan dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya.
Pelajang akan mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan
seorang yang telah cocok di hati. Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang
perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan
pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam
suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Arus modernisasi
dan gender membuat para perempuan Indonesia dapat menempati posisi yang setara
bahkan melebihi pria. Bahkan sekarang banyak perempuan yang mempunyai
penghasilan lebih besar dari pria. Ditambah dengan konsep pilihan melajang,
terutama kota-kota besar, mendorong perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
Sumber:
Sujanto, Agus.1991. Psikologi Umum. Jakarta : Bumi Aksara.
Walgito, Bimo. 1989. Pengantar
psikologi umum. Yogyakarta: Andy
Yogyakarta
Papalia Diane. E, Sally Wendkos Olds , Ruth Duskin Feldman.
2001. Human Development eighth edition. New York : Mc Graw Hill
Adhim, Mohammad Fauzil
(2002) Indahnya Perkawinan Dini Jakarta: Gema Insani Press (GIP)
http://filsafat.kompasiana.com/2009/06/18/cinta-dan-perkawinan-menurut-plato-7300.html
http://ochaamenfreak.blogspot.com/2013/06/cinta-dan-perkawinan.html