Selasa, 22 April 2014

Tugas Kesehatan Mental

Untuk memenuhi tugas mata kuliah kesehatan mental dan semoga bermanfaat bagi pembaca

1.    Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan

A.      Penyesuaian Diri

Definisi Penyesuaian Diri
            Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).
            Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustrasi yang dialaminya, sehingga terwujud tingkat keselarasan atau harmoni antara tuntutan dari dalam diri dengan apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana ia tinggal (Schneiders dalam Desmita, 2009:192).
Aspek-aspek Penyesuaian Diri 
Menurut Fromm dan Gilmore (dalam Desmita, 2009:195) ada empat aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat antara lain :
a. Kematangan emosional, yang mencakup aspek-aspek :
  •     Kemantapan suasana kehidupan emosional
  •     Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain
  •     Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan
  •         Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri.
b. Kematangan intelektual, yang mencakup aspek-aspek :

  •      Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri
  •     Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya
  •     Kemampuan mengambil keputusan
  •     Keterbukaan dalam mengenal lingkungan
c. Kematangan sosial, yang mencakup aspek-aspek : 

  •     Keterlibatan dalam partisipasi sosial
  •     Kesediaan kerjasama
  •     Kemampuan kepemimpinan
  •     Sikap toleransi
d. Tanggung jawab, yang mencakup aspek-aspek :

  •     Sikap produktif dalam mengembangkan diri
  •     Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel
  •       Sikap empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal
  •     Kesadaran akan etika dan hidup jujur
Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri
Menurut Gunarsa (dalam Sobur, 2003:529) bentuk-bentuk penyesuaian diri ada dua antara lain:
a. Adaptive
Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Misalnya, berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu panas atau dirasakan terlalu panas.
b. Adjustive
Bentuk penyesuaian diri yang lain bersifat psikis, artinya penyesuaian diri tingkah laku terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma. Misalnya, jika kita harus pergi ke tetangga atau teman yang tengah berduka cita karena kematian salah seorang anggota keluarganya, mungkin sekali wajah kita dapat diatur sedemikian rupa, sehingga menampilkan wajah duka, sebagai tanda ikut menyesuaikan terhadap suasana sedih dalam keluarga tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain (Enung dalam Nofiana, 2010:17):
Faktor Fisiologis : Struktur jasmani merupakan kondisi yang primer dari tingkah laku yang penting bagi proses penyesuaian diri.
Faktor Psikologis : Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri antara lain pengalaman, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dsb.
Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Enung (dalam Nofiana, 2010:17) karakteristik penyesuaian diri antara lain:

  1.          Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional yang berlebihan. Mampu mengontrol emosi dan memiliki kesabaran dalam menghadapi berbagai kejadian dalam hidup.
  2.       .  Tidak menunjukkan adanya mekanisme pertahanan diri yang salah. Mempunyai mekanisme pertahanan diri yang positif sehingga masalah yang dihadapi terasa ringan.
  3.         Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi. Tidak mengalami frustasi dan gejala-gejala kelainan jiwa.
  4.     .    Memiliki pertimbangan yang rasional. Langkah apapun yang ingin ditempuh, selalu berdasarkan pemikiran yang rasional.
  5.     .    Mampu belajar dari pengalaman. Pengalaman hidup dapat menempa mentalnya menjadi lebih kuat dan tahan banting.
  6.      .   Bersikap realistik dan objektif. Melihat berbagai kejadian atau masalah didasarkan pada realita dan pemikiran objektif.
B.       Pertumbuhan Personal

a.       Penekanan Pertumbuhan, Penyesuaian diri dan Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada material sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan dari tidak ada menjadi ada, dari sedikit menjadi banyak, dan sebaginya. Ini tidak berarti, bahwa pertumbuhan itu hanya berlaku pada hal-hal yang bersifat kuantitatif, karena tidak selamnya material itu kuantitatif. 
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal pada anak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau keadaan jasmaniah)yang herediter dalam bentuk proses aktif secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap.

  1.  Variasi dalam pertumbuhan
Perumbuhan yang terjadi dan dialami oleh indivdu bervariasi atau bermacam-macam, pasti tidaklah sama antara individu yang satu dengan yang lain. Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.

  1. Kondisi – Kondisi untuk Bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). d. Fenomenologi pertumbuhan Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33)

  1. Fenomenologi Pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33).

2.    Stress

A.      Arti Penting Stress
Stres adalah terpacunya tubuh dan pikiran untuk merespon tuntutan yang datang pada seseorang. Stres tidak bisa dan sebaiknya tidak dihindari, sebaliknya stres harus ditahan, diatur, dan diarahkan. Respon dari stres mempengaruhi organ dan jaringan di dalam tubuh. Pikiran dan perasaan jelas terjalin dengan proses-proses fisiologis, tubuh mempengaruhi pikiran dan sebaliknya. Perilaku yang sering dimunculkan karena stres misalnya, mudah marah, berbicara dengan cepat, dan bergerak seperti terburu-buru (Schafer, 2000). 
B.       Tipe – Tipe Stress Psikologis
Tiga tipe stres menurut Schafer (2000):

(1) Neustres (stres yang netral). Stres menjadi sesuatu yang netral ketika seseorang merespon tuntutan dari dalam maupun luar dirinya dengan netral. Pikiran dan tubuh dipacu, tetapi dampak yang dirasakan dari tuntutan yang ada hanya sedikit dan seseorang itu mampu menjalani kehidupannya seperti biasa.

(2) Distres (stres yang bersifat negatif). Seseorang menganggap pengalaman atau peristiwa yang dialaminya itu membahayakan tergantung pada derajat apakah seseorang menerimastresor itu sebagai sesuatu yang melebihi kemampuannya untuk ditangani, dan apakah itu mengancam kesejahteraannya (Lazarus & Folkman, 1984). Simptom-simptom distres antara lain: konsentrasi yang rendah, mudah marah, tangan sering berkeringat, pundak terasa kaku, cemas, depresi, dan berbicara dengan cepat. Di dalam keluarga, adanya kondisi distres pada salah satu anggota, terutama orangtua, dapat menimbulkan masalah, seperti: ketegangan di dalam keluarga, teredamnya kebebasan berekspresi, konflik terbuka, menjatuhkan secara psikologis, rendahnya harga diri anggota keluarga yang lain, tidak memberikan perhatian penuh pada kebutuhan fisik dan emosi anggota keluarga yang lain, dan menyebabkan kehancuran dalam keluarga.

(3)Positive Stres. Stres yang memberikan manfaat ketika muncul, antara lain: (a) membantu merespon dengan cepat dan segenap tenaga dalam keadaan darurat; (b) membantu menyadari potensi diri yang sesungguhnya; (c) berguna untuk tampil dengan baik ketika berada di bawah tekanan (seperti wawancara kerja); dan (d) membantu mendorong seseorang ke titik batas.

C.       Symptom – reducing responses terhadap stress

Pengertian symptom – reducing responses terhadap stress
Kehidupan akan terus berjalan seiring dengan brjalannya waktu. Individu yang mengalami stress tidak akan terus menerus merenungi kegagalan yang ia rasakan. Untuk itu setiap individu memiliki mekanisme pertahanan diri masing-masing dengan keunikannya masing-masing untuk mengurangi gejala-gejala stress yang ada.
Mekanisme pertahanan diri, dibawah ini contoh-contoh mekanisme pertahanan diri (defend mechanism) yang biasa dilakukan individu:
Penyangkalan
adalah pertahanan melawan kecemasan “menutup mata (pura-pura tidak melihat)” terhadap sebuah kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataa yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang dicintai misalnya, dimanifestasikan oleh penyangkalan terhadap fakta kematian. Dalam peristiwa-peristiwa trags seperti perang atau bencana-bencana lainnya, orang-orang sering melakukan penyangkalan terhadap kenyataan-kenyataan yang menyakitkan untuk diterima.
Proyeksi
Proyeksi adalah mengalamatkan peristiwa-peristiwa tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, dengan proyeksi, seseorang akan mengutuk orang lain karena kejahatannya dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dianggapnya jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini.
Fiksasi
Fiksasi maksudnya adalah terpaku pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ketahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi, untuk menghadapi kecemasan anak, hal ini dapat menghambat anak dalam belajar mandiri.
Regresi
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya, seorang anak yang takut sekolah memperlihatkan tingkah laku infantile seperti menangis, mengisap ibu jari, bersembunyi dan menggantungkan diri pada guru.
Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik/benar” guna menghindari ego yang terluka; memalsukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukan mengemukakan alasan, mengapa dia begitu senang tidak memperoleh kedudukan sesungguhnya yang diinginkannya. Atau seorang pemuda yang ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan egonya yang terluka ia menghibur diri bahwa sigadis tidak berharga dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.
Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya, dorongan agresif yang ada pada seseorang disalurkan kedalam aktivitas bersaing di bidang olahraga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan jalan agresifnya, dan sebagai tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi dibidang olahraga itu.
Displacement
Displacement adalah mengarahkan energy kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seorang anak yang ingin menendang orangtuanya dialihkan kepada adiknya dengan menendangnya atau membanting pintu.
Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau yang bisa membangkitkan kecemasan; mendorong kenyataan yang tidak diterima kepada ketidaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting, yang menjadi basis bagi banyak pertahanan ego lainnya dan bagi gangguan-gangguan neurotic.
Formasi reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar; jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu. Contohnya seorang ibu yang memiliki perasaan menolak terhadap anaknya, karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan perasaan yang berlawanan yakni terlalu melindunginya atau “terlalu mencintainya”. Orang yang menunjukkan sikap yang menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya.

D.      Pendekatan problem solving terhadap stress

        Dalam Siswanto dijelaskan dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback, tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat yang sangat rumit sebagai feedback. Tetapi jika teman-teman tahu tentang hipno-self, teman-teman cukup menghipnotis diri sendiri dan melakukan sugesti untuk diri sendiri, cara ini lebih efektif karena kita tahu bagaimana keadaan diri kita sendiri. Dan jika teman-teman ingin melakukan hipno-self, utamanya adalah tempat harus nyama dan tenang, dan teman-teman cukup membangkitkan apa yang menyebabkan teman-teman stres, cari tahu gejalanya hingga akar dari masalah tersebut, kemudian berikan sugesti-sugesti yang positif,Insya Allah cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah kepada Tuhan Semesta Alam).

Daftar Pustaka :
Ar-Ruzz Media. Siswanto,Spsi.2007.Kesehatan Mental.Yogyakarta
http://teni-karlina.blogspot.com/2013/04/penyesuaian-diri-dan-stres.html